Manusia adalah makhluk yang tak bisa dipisahkan dari tanah. Penciptaan Nabi Adam ‘alaihissalam dari tanah menegaskan bahwa jasad manusia sejatinya adalah bagian dari bumi. Dalam diri setiap manusia mengalir unsur tanah yang menjadi fondasi kehidupan. Dari tanah kita lahir, dari tanah pula Tuhan tumbuhkan makanan dan memberi napas peradaban, dan akhirnya tanah yang sama akan menerima kita kembali ketika ruh berpisah dari jasad.
Namun manusia bukan hanya jasad. Ia memiliki ruh yang mencari makna, ketentraman, dan tempat berakar. Ruh menemukan rumahnya pada tanah air. Di situlah terjalin hubungan yang mendalam antara manusia dan alam, hubungan yang melampaui materi. Tanah memberi kehidupan bagi jasad, sementara tanah air memberi identitas dan arah bagi ruhani.
Dari perpaduan jasadi dan ruhani ini lahirlah ikatan yang suci antara manusia dan tanah airnya. Ikatan itu mula-mula bersifat personal, lalu berkembang menjadi kesadaran kolektif. Sekelompok manusia yang hidup, bekerja, berjuang, dan berdoa di tanah yang sama, lambat laun menemukan rasa kebersamaan. Dari situ lahir kebudayaan, lalu tumbuh sebuah bangsa. Maka nasionalisme pada hakikatnya adalah puncak dari hubungan manusia dengan tanah airnya, sebuah kesadaran bahwa keberadaan kita tak bisa dilepaskan dari rahim bumi tempat kita hidup.
Dalam kebudayaan Nusantara tanah air digambarkan sebagai Ibu Pertiwi. Ia adalah simbol keibuan yang melahirkan dan membesarkan. Ibu Pertiwi memeluk manusia dengan kesuburan tanahnya, memberi minum dengan airnya, menghidupi dengan hasil lautnya, dan menyejukkan dengan udara serta hutan-hutannya. Menyakiti alam berarti melukai Ibu Pertiwi, sementara merawat alam berarti meneguhkan cinta kepada tanah air.
Islam meneguhkan makna ini dengan ungkapan hubbul wathon minal iman. Mencintai tanah air bukan sekadar perasaan sentimental, tetapi bagian dari iman yang mengikat jasad dan ruh manusia pada amanah Allah. Membela negeri, menjaga persatuan, melestarikan alam, dan mengusahakan kesejahteraan rakyat adalah wujud nyata dari ibadah sosial yang bernilai spiritual.
Nasionalisme sejati bukan hanya kesetiaan pada simbol bendera dan lagu kebangsaan. Ia adalah kesadaran mendalam bahwa tanah air adalah perpanjangan dari diri kita sendiri. Jasad kita berasal dari tanah, ruh kita menemukan makna dalam kehidupan bersama, dan bangsa adalah buah dari ikatan itu. Nasionalisme dengan demikian adalah perjalanan ruhani manusia yang berakar pada tanah lalu berkembang menjadi cinta kepada bangsa.
Pada akhirnya tanah air atau Ibu Pertiwi adalah rahim kebangsaan. Dari tanah kita tercipta, di tanah air kita dibesarkan, dan di tanah pula kita akan beristirahat. Cinta tanah air adalah fitrah, sebab benar adanya hubbul wathon minal iman.