Waliyullah yang Sejati: Mengamalkan Ilmu Sebagai Jalan Kewalian

Ansor sumur batu
By -


Dalam kehidupan kaum Muslimin, istilah "wali" sering diidentikkan dengan sosok yang memiliki karamah atau kemampuan supranatural. Namun, para ulama sufi menekankan bahwa hakikat kewalian tidaklah semata-mata ditentukan oleh hal-hal luar biasa, melainkan terletak pada ketaatan seseorang dalam mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya.

Imam al-Hasan al-Bashri, seorang tabi'in terkemuka yang dikenal karena ketakwaan dan kebijaksanaannya, pernah meriwayatkan sebuah perkataan Nabi Isa a.s. yang menggarisbawahi hakikat kewalian sejati. Beliau mengatakan:

قَالَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ كَانَ وَلِيًّا حَقًّا
Nabi Isa a.s. bersabda: "Barang siapa mengamalkan ilmu yang diketahuinya, maka dia adalah wali yang sesungguhnya."

(Pernyataan ini dapat ditemukan dalam kitab Tanbihul Mughtarrin karya Imam asy-Sya'rani, halaman 26).


Makna Kewalian dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, seorang waliyullah bukanlah seseorang yang menonjol karena keajaiban atau pengaruh besar. Seorang wali sejati adalah individu yang dengan konsisten mengamalkan ilmu yang diketahuinya, berpegang teguh pada syariat, dan menjaga dirinya dari perbuatan yang diharamkan.

Hal ini diperkuat oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ۝ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa."
(QS. Yunus: 62-63)

Ayat ini menegaskan bahwa kewalian berakar pada keimanan dan ketakwaan. Seorang wali adalah mereka yang memahami ilmu agama dan berusaha mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.


Pelajaran dari Perkataan Nabi Isa a.s.

Perkataan Nabi Isa a.s. yang diriwayatkan oleh Imam al-Hasan al-Bashri mengajarkan bahwa amal perbuatan yang sesuai dengan ilmu akan membawa seseorang pada derajat kewalian. Sebaliknya, ilmu yang tidak diamalkan hanya akan menjadi beban di akhirat kelak.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

الْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
"Al-Qur'an akan menjadi hujah (pembela) bagimu atau justru akan menjadi hujah yang memberatkanmu."
(HR. Muslim)

Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya selalu memperhatikan amal perbuatannya agar sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Dalam hal ini, Nabi Isa a.s. mengingatkan bahwa mengamalkan ilmu yang diketahui adalah kunci untuk menjadi wali yang sejati.


Menggapai Kewalian di Masa Kini

Dalam konteks kehidupan modern, menjadi wali yang sejati bukan berarti harus meninggalkan dunia dan menjadi pertapa. Justru, kewalian bisa dicapai melalui pengabdian di berbagai aspek kehidupan, seperti dalam keluarga, masyarakat, maupun pekerjaan, selama dilandasi oleh keikhlasan dan ketaatan kepada Allah.

Seorang guru yang mengajarkan ilmu dengan penuh dedikasi, seorang pedagang yang jujur, atau seorang pemimpin yang adil — mereka semua berpotensi menjadi waliyullah jika mengamalkan ilmu yang diketahuinya dengan benar.

Pesan ini menegaskan bahwa jalan menuju kewalian terbuka bagi siapa saja yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Sebab, pada hakikatnya, kewalian bukanlah tentang status atau keistimewaan duniawi, melainkan tentang pengabdian kepada Allah melalui amal perbuatan yang tulus dan ikhlas.

Wallahu a'lam.

Tags: