Refleksi Kemerdekaan dari Bawah Gunungan Sampah Bantar Gebang

Ansor sumur batu
By -

 


Setiap tahun bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan dengan penuh semangat. Bendera merah putih berkibar lagu kebangsaan berkumandang dan pidato penuh harapan terdengar di berbagai tempat. Namun di tengah suasana tersebut ada pertanyaan yang perlu direnungkan bersama. Apakah makna kemerdekaan benar-benar dirasakan di seluruh wilayah negeri ini termasuk di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi yang telah lama menanggung beban sampah dari luar daerah.


Bantargebang adalah bagian dari Indonesia yang merdeka. Ironisnya Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi sering diperlakukan hanya sebagai halaman belakang tempat menumpuk sampah ibu kota. Tidak hanya itu wilayah ini juga menampung sampah dari berbagai kecamatan lain di Kota Bekasi. Setiap hari truk-truk sampah datang membawa sisa konsumsi jutaan orang lalu ditumpahkan ke tanah tempat masyarakat Bantargebang hidup bernafas dan mencari rezeki. Pertanyaan pun muncul di manakah letak kedaulatan lingkungan dan apakah keadilan hanya berlaku di pusat kota sementara wilayah penyangga dipaksa menjadi korban.


Tentu secara rasional tidak ada masyarakat yang menginginkan wilayah tempat tinggalnya dijadikan lokasi pembuangan sampah. Kehidupan manusia tidak hanya membutuhkan rumah dan pekerjaan tetapi juga lingkungan yang sehat. Ketika sebuah daerah dijadikan lokasi pembuangan sampah tanpa keseimbangan keadilan dan jaminan kesejahteraan maka wilayah itu sesungguhnya telah diperlakukan secara tidak manusiawi.


Masalah yang dihadapi Bantargebang tidak semata persoalan teknis pengelolaan sampah. Lebih jauh lagi hal ini menyangkut harga diri sebuah wilayah. Kecamatan Bantargebang kerap dijadikan tempat buangan tanpa mempertimbangkan beban sosial kesehatan dan psikologis yang ditanggung warganya. Inilah yang disebut sebagai diskriminasi atau bahkan rasisme lingkungan ketika satu wilayah harus menanggung dampak negatif demi kenyamanan wilayah lain yang lebih berkuasa secara politik dan ekonomi.


Beberapa waktu lalu warga Bantargebang melakukan unjuk rasa ke kantor TPST Bantargebang. Mereka menuntut adanya lapangan pekerjaan yang layak dari keberadaan TPST. Tuntutan itu menandakan adanya problem ekonomi yang serius. Di balik gunungan sampah tersimpan kenyataan pahit bahwa kesempatan kerja terbatas sementara dampak kesehatan dan sosial semakin berat. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan Bantargebang bukan hanya soal teknis pengelolaan sampah tetapi juga menyangkut kesejahteraan masyarakat yang hidup berdampingan dengan dampak lingkungan.


Padahal UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak konstitusional ini seharusnya berlaku merata tanpa membedakan apakah ia warga kota besar atau warga kecamatan di pinggiran. Ketika udara tercemar air tanah terkontaminasi dan kesehatan masyarakat terancam maka jelas ada hak konstitusional yang dilanggar.


Tahun 2026 akan menjadi momentum penting ketika kontrak kerjasama pengelolaan TPST Bantargebang antara Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berakhir. Inilah saat yang tepat bagi Wali Kota Bekasi untuk memperjuangkan kedaulatan lingkungan hidup di Bantargebang. Kerjasama yang baru tidak boleh lagi hanya menguntungkan satu pihak melainkan harus menghadirkan rasa keadilan nyata bagi masyarakat Bantargebang.


Kemerdekaan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan kolonial tetapi juga bebas dari bentuk penindasan baru termasuk penindasan lingkungan. Bagi warga Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi kemerdekaan sejati adalah ketika mereka diperlakukan setara dengan warga lain. Kemerdekaan sejati hadir ketika wilayah mereka tidak lagi dianggap hanya sebagai tempat sampah dan hak mereka untuk hidup sehat dijamin secara nyata.


Refleksi ini penting agar bangsa Indonesia tidak berhenti pada simbol kemerdekaan tetapi juga berani mengupayakan keadilan lingkungan. Kedaulatan bangsa harus dimulai dari kedaulatan wilayah termasuk kedaulatan lingkungan di Bantargebang. Kemerdekaan tanpa keadilan hanya akan menjadi retorika sementara rakyat di lapisan bawah tetap menanggung beban yang tidak mereka pilih.


Kemerdekaan Indonesia harus dirasakan secara utuh dari pusat hingga ke pinggiran. Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi bukan sekadar nama di peta tetapi tanah tempat ribuan keluarga menggantungkan hidup. Menjaga hak mereka berarti menjaga martabat kemerdekaan itu sendiri. Hanya dengan keadilan kemerdekaan dapat benar-benar menjadi nyata.