Hukum Membaca Al-Qur’an dengan Pengeras Suara: Antara Kesunnahan dan Kewajiban Menghormati Orang Lain

Ansor sumur batu
By -


Oleh: [Muhammad Thoriq Hasan - Mahasantri Ma’had Aly Maralah Ula]

Bagaimana jika membaca al-Qur’an menggunakan pengeras suara dapat mengganggu orang-orang disekitar?


Menanggapi hal tersebut, setidaknya ada tiga point yang perlu dikaji. Pertama, hukum membaca al-Qur’an itu sendiri. Kedua, hukum mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an. Ketiga, hukum mengganggu orang lain.


1. Hukum membaca Al-Qur’an.

Didalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah dijelaskan:





“Disunahkan memperbanyak bacaan al-Qur’an di luar salat, berdasarkan firman Allah Swt (mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu dimalam hari) dan sabda Nabi SAW (tidak diperbolehkan hasad atau iri hati kecuali terhadap dua orang: orang yang dikaruniai Allah kemampuan membaca al-Qur’an lalu ia membacanya di malam dan siang hari).”

Redaksi di atas menjelaskan bahwa hukum membaca al-Qur’an di luar salat (tadarus) itu sunah.


2. Mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an.


Mengenai hal tersebut sekurang-kurangnya dijumpai dua keterangan. Pertama, di dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar menerangkan:





“Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Quran dengan lantang di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Quran dengan lantang itu lebih banyak mengganggu (menyakiti orang lain), maka saat itu bacaan Al-Quran dengan lantang mesti dihentikan”.


~ Bughyah al-Mustarsyidin, Dar al-Fikr, halaman 108.


Kedua, Syekh Zainuddin al-Malibari didalam kitabnya, Fath al-Mu’in juga berpendapat:

“Orang yang salat dan selainnya (orang yang membaca al-Qur’an, orang yang ceramah, dan orang yang mengajar) tidak boleh mengeraskan suaranya jikalau dapat mengganggu kepada orang yang tidur atau orang lain yang sedang salat. Maka makruh hukumnya mengeraskan suara ketika itu, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Majmu’.

Sementara sebagian ulama me-mutlakkan (baik mengganggu atau tidak) terhadap larangan mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an atau yang lainnya dihadapan orang yang salat.”

~ Fath al-Mu’in, juz 1, halaman 153, cetakan Nurul ilmi.

Nampaknya kedua teks di atas secara eksplisit hanya menjelaskan larangan mengeraskan bacaan al-Qur’an yang dapat mengganggu orang-orang yang berada di sekitarnya. Namun faktanya pada konteks zaman sekarang, banyak orang yang ber-tadarus menggunakan pengeras suara.
Oleh karenanya, jikalau antara teks dan konteks tersebut dipadukan, maka larangan mengeraskan suara dengan menggunakan pengeras suara ketika membaca al-Qur’an juga berlaku jikalau orang-orang yang berada dalam cakupan pengeras suara tersebut merasa terganggu.

3. Mengganggu orang lain.

Mengenai hukum mengganggu orang lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasullullah Saw bersabda:




Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia mengganggu tetangganya.”


Pada hadis tersebut, Rasulullah mengingatkan kita bahwa orang yang pantas disebut mukmin (beriman) adalah mereka yang tidak mengganggu tetangganya.


Dengan demikian, orang yang bertadarus dengan menggunakan pengeras suara yang dapat mengganggu orang lain, sama saja dengan melakukan perbuatan sunah namun meninggalkan perkara yang wajib.

Mengapa demikian? Karena hukum tadarus sendiri adalah sunah, sementara tidak mengganggu orang lain adalah wajib. Logikanya, bagaimana mungkin seseorang bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang dilarang-Nya? Namun intinya, ini bukan larangan untuk bertadarus, yang menjadi titik tekan adalah “bertadarus dengan menggunakan pengeras suara yang dapat mengganggu orang lain”.

Solusinya, bagi mereka yang ingin tetap bertadarus sampai larut malam, sebaiknya tidak menggunakan pengeras suara di luar batas waktu yang wajar, agar yang bertadarus tetap mendapatkan pahala, sementara orang-orang di sekitar bisa istirahat dengan tenang.


Terakhir, sebagai closing statement, perlu kiranya kita merenungkan kutipan dawuh Kiai Afifuddin Muhajir berikut; “Geliat keagamaan yang menggebu mestinya diimbangi dengan pengetahuan keagamaan yang mendalam”. Wallahu A’lam.

Tags: