Keadilan Lingkungan dan Pemenuhan Hak Masyarakat atas Lingkungan Di Bantar Gebang

Ansor sumur batu
By -

 


Keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang telah lama menjadi polemik yang berkaitan dengan keadilan lingkungan dan pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang layak. Berdasarkan penelitian Shabiika Khansa Dkk, dari Universitas Negeri Jakarta (2024), TPST Bantar Gebang menghadirkan ancaman keselamatan bagi masyarakat sekitar berupa potensi longsor sampah. Selain itu, dampak kesehatan yang ditimbulkan mencakup penyakit kulit, gangguan pernapasan, hingga demam berdarah. Meskipun penelitian tersebut tidak secara langsung menyinggung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Bekasi yang berdekatan dengan TPST Bantar Gebang, keberadaan TPA tersebut turut memberikan kontribusi terhadap ancaman lingkungan yang ada.


Ketimpangan dalam kebijakan pengelolaan lingkungan di sekitar TPST Bantar Gebang juga tercermin dari minimnya kompensasi yang diterima masyarakat terdampak serta sulitnya akses terhadap dokumen kebijakan terkait, termasuk perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi. Selain itu, tidak transparannya anggaran serta kesulitan memperoleh informasi mengenai kondisi lingkungan semakin memperburuk keadaan. Dalam perspektif keadilan lingkungan, kondisi ini menunjukkan adanya pelanggaran hak atas lingkungan yang sehat dan aman.


Keadilan lingkungan dan hak atas lingkungan memiliki hubungan erat dalam tataran konseptual maupun praktikal. Ketidakadilan lingkungan merupakan bentuk nyata dari pelanggaran hak atas lingkungan dan menjadi penghambat utama dalam pemenuhannya. Menurut Kuehn yang dikutip oleh Muhamad Agil Aufa Afinnas, dalam "Telaah Taksonomi Keadilan Lingkungan dalam Pemenuhan Hak atas Lingkungan", ketidakadilan lingkungan dapat dikategorikan menjadi empat aspek utama: ketidakadilan distributif, prosedural, korektif, dan sosial. Dalam kasus TPST Bantar Gebang, ketidakadilan distributif terlihat dari ketimpangan distribusi manfaat dan beban lingkungan, di mana masyarakat sekitar menanggung dampak negatif tanpa memperoleh manfaat yang seimbang. Sementara itu, ketidakadilan prosedural muncul akibat kebijakan yang tidak partisipatif dan kurangnya akses informasi bagi warga terdampak.


Ketidakadilan korektif tercermin dari lemahnya penegakan hukum lingkungan, yang seharusnya memberikan perlindungan bagi masyarakat saat hak atas lingkungan mereka dilanggar. Sanksi bagi pelaku pencemaran lingkungan sering kali tidak efektif, sehingga masalah terus berulang tanpa ada pemulihan yang memadai. Di sisi lain, ketidakadilan sosial dalam konteks ini berkaitan dengan ketimpangan kesejahteraan akibat pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat setempat. Pembangunan yang tidak memperhitungkan aspek lingkungan menyebabkan menurunnya kualitas hidup warga sekitar dan memperparah kondisi sosial-ekonomi mereka.


Dalam konteks hak atas lingkungan, pemanfaatan lingkungan yang terus-menerus hanya untuk keuntungan segelintir pihak tanpa memperhitungkan dampak terhadap masyarakat luas menunjukkan buruknya tata kelola lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa negara belum sepenuhnya memenuhi hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin dalam konstitusi. Hak atas lingkungan hidup juga terkait dengan hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup sejahtera, hak atas kesehatan, dan hak untuk bebas dari diskriminasi. Oleh karena itu, pemenuhan hak atas lingkungan tidak bisa dipisahkan dari aspek keadilan lainnya.


Keadilan prosedural dalam hukum lingkungan menegaskan pentingnya hak atas informasi, hak untuk berpartisipasi, dan hak untuk memperoleh keadilan. Hak atas informasi memungkinkan masyarakat untuk mengetahui kondisi lingkungan mereka dan memahami dampak dari berbagai kebijakan yang diterapkan. Hak partisipasi memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih demokratis dan dapat diterima oleh semua pihak. Sementara itu, hak untuk memperoleh keadilan menjamin adanya mekanisme hukum yang dapat melindungi masyarakat dari dampak negatif kebijakan lingkungan yang tidak berpihak kepada mereka.


Dari perspektif keadilan sosial, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar TPST Bantar Gebang harus mencakup akses terhadap lingkungan hidup yang layak, perumahan yang sehat, fasilitas kesehatan yang memadai, serta kesempatan kerja dengan upah yang layak. Selain itu, penciptaan ruang publik yang aman dan bebas dari diskriminasi juga menjadi bagian penting dalam mewujudkan keadilan lingkungan. Seperti yang dijelaskan oleh Bryant dalam kutipan Muhamad Agil Aufa Afinnas, keadilan lingkungan tidak hanya mencakup aspek hukum dan kebijakan, tetapi juga norma, budaya, dan kebiasaan yang mendukung kehidupan komunitas yang sehat dan berkelanjutan.


Dengan demikian, solusi terhadap ketidakadilan lingkungan di sekitar TPST Bantar Gebang harus mencakup perbaikan dalam aspek distribusi manfaat lingkungan, peningkatan transparansi kebijakan, serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, perlu adanya mekanisme penegakan hukum yang lebih ketat untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang menyebabkan pencemaran bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan berkeadilan, hak atas lingkungan hidup yang sehat dapat benar-benar terpenuhi bagi seluruh masyarakat.