Refleksi Ibadah: Antara Seremonial dan Kepedulian Sosial dalam Islam

Ansor sumur batu
By -

 

 


Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), tetapi juga hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas) dan alam semesta (hablum minal ‘alam). Namun, fenomena umat Islam saat ini menunjukkan kecenderungan berlebih pada ibadah-ibadah seremonial yang terkadang membutuhkan biaya fantastis, sementara kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan sering kali terabaikan. Hal ini perlu menjadi bahan renungan mendalam agar kita dapat kembali pada esensi ajaran Islam yang sesungguhnya.

 

Islam tidak melarang umatnya untuk mengadakan acara-acara seremonial seperti perayaan maulid, isra' mi'raj, atau pembangunan masjid megah. Namun, sering kali acara tersebut lebih menonjolkan aspek kemegahan dan formalitas dibandingkan esensi spiritualnya. Padahal, Rasulullah ﷺ mengingatkan umatnya untuk senantiasa mengedepankan kesederhanaan dalam beribadah. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ"
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian dan tidak pula kepada harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)

 

Pesan ini mengajarkan bahwa kemuliaan ibadah terletak pada ketulusan hati dan amal, bukan pada kemewahan acara atau besar kecilnya biaya yang dikeluarkan.

 

Islam sangat menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama manusia, terutama kepada mereka yang tidak mampu dan menjadi korban ketidakadilan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

"وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًۭا وَيَتِيمًۭا وَأَسِيرًا"
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan." (QS. Al-Insan: 8)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa memberi kepada yang membutuhkan adalah wujud nyata dari ibadah sosial yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan, dalam banyak hadits, Rasulullah ﷺ menjadikan amal sosial sebagai tanda kesempurnaan iman seseorang.

 

Selain manusia, Islam juga memandang alam sebagai bagian dari amanah yang harus dijaga. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kelalaian manusia akan berdampak langsung pada kesejahteraan umat. Allah berfirman:

"وَلَا تُفْسِدُوا فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَـٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًۭا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌۭ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ"
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-A’raf: 56)

 

Ketika lingkungan dirusak, dampaknya adalah kemiskinan, bencana, dan kesengsaraan bagi manusia. Oleh karena itu, menjaga lingkungan sejatinya adalah bagian dari ibadah yang tak terpisahkan dari keimanan.

 

Umat Islam perlu menyeimbangkan antara ibadah ritual dan amal sosial. Rasulullah ﷺ mencontohkan kehidupan yang penuh keseimbangan. Beliau rajin melaksanakan shalat, puasa, dan dzikir, tetapi juga menjadi pelopor dalam kepedulian terhadap fakir miskin, anak yatim, dan perlindungan terhadap alam.

 

Sebagai umatnya, kita harus meneladani langkah ini dengan mengalokasikan lebih banyak sumber daya dan waktu untuk membantu sesama dan menjaga lingkungan. Islam tidak melarang perayaan keagamaan, tetapi jangan sampai hal tersebut mengabaikan tanggung jawab sosial yang jauh lebih penting. Ingatlah pesan Rasulullah ﷺ:

"الْخَلْقُ كُلُّهُمْ عِيَالُ اللَّهِ، فَأَحَبُّهُمْ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِعِيَالِهِ"
"Makhluk semuanya adalah keluarga Allah, maka yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarganya." (HR. Al-Baihaqi)

 

Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan ibadah yang seimbang, baik secara ritual maupun sosial. Ibadah seremonial tidak salah jika dilakukan dengan niat yang tulus dan tidak berlebihan. Namun, kepedulian terhadap manusia dan lingkungan harus menjadi prioritas utama karena hal tersebut merupakan bagian dari hakikat ajaran Islam yang sejati. Mari kita jadikan ajaran ini sebagai panduan dalam menjalani kehidupan, agar keberadaan kita di muka bumi membawa manfaat, bukan kerusakan.

 

Tags: