Bekasi, (05/10) – Tragedi mengenaskan yang terjadi beberapa waktu lalu di Kali Bekasi, di mana tujuh remaja yang beberapa diantaranya adalah warga Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi ditemukan meninggal dunia setelah diduga hendak melakukan aksi tawuran. Berdasarkan keterangan pers dari pihak berwenang, kejadian ini erat kaitannya dengan penyalahgunaan obat-obatan tipe G seperti Tramadol dan Heximer, serta mudahnya akses mendapatkan minuman keras (miras) di wilayah pemukiman di Kota Bekasi.
Peristiwa ini menjadi alarm bagi pemerintah dan penegak hukum untuk segera mengambil langkah tegas terhadap peredaran obat-obatan tipe G dan miras yang marak di masyarakat Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, yang menjadi salah satu daerah yang diduga memiliki banyak toko miras dan toko obat tipe G yang beroperasi, sehingga mengancam ketertiban dan keselamatan masyarakat, terutama generasi muda.
Aturan Hukum yang Mengancam Penjual Ilegal Obat Keras Tipe G dan Miras
Penjual obat keras tanpa izin dapat dijerat dengan Pasal 435 dan Pasal 436 Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 435 mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dengan ancaman penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar. Sementara itu, Pasal 436 menjerat mereka yang melakukan praktik kefarmasian tanpa keahlian dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Selain itu, penutupan dan atau pencabutan izin toko-toko miras dapat dilakukan berdasarkan beberapa peraturan yang berlaku. Di antaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, serta Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 yang mengatur pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Ada juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 yang mengatur pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, serta Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 17 Tahun 2009 yang secara spesifik mengatur pengawasan dan pengendalian peredaran minuman keras di wilayah Kota Bekasi, Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Kemudian Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 menegaskan bahwa setiap pelaku usaha berkewajiban menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha. Ini mencerminkan pentingnya pengusaha untuk tidak hanya berbisnis, tetapi juga menjaga norma dan ketertiban sosial di sekitar mereka.
Miras, Biang Kejahatan dalam Perspektif Agama
Dari sudut pandang agama, miras telah lama dianggap sebagai pemicu berbagai tindak kejahatan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Khamr (minuman memabukkan) adalah induk dari segala kejahatan......... " (HR. Thabrani)_
Hadis ini menjelaskan bahwa konsumsi minuman keras tidak hanya berdampak buruk pada pelaku individu, tetapi juga menjadi pintu masuk bagi berbagai kejahatan lainnya. Miras merusak akal sehat, memicu tindakan kriminal, dan membawa kerusakan pada tatanan sosial.
Seruan Tindakan Tegas
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan penegak hukum untuk memperkuat pengawasan terhadap penjualan obat-obatan keras dan miras di Kota Bekasi. Tindakan preventif dan penegakan hukum yang tegas perlu diterapkan untuk mencegah peristiwa serupa di masa depan, sekaligus melindungi generasi muda dari dampak buruk narkoba dan miras.
Masyarakat berharap tragedi ini menjadi titik balik dalam mengatasi peredaran barang-barang ilegal yang merusak generasi muda, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tertib di Kota Bekasi.