KRISIS KEPERCAYAAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN: TANTANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN (KSP)

Ansor sumur batu
By -

Oleh: Budi Kusmawan, S.Pd.I., M.Pd.
Wakil Ketua PC PERGUNU Kota Bekasi


Beberapa bulan ke depan, satuan pendidikan di seluruh Indonesia akan kembali menyambut Tahun Ajaran Baru 2025/2026. Salah satu tugas krusial yang harus dijalankan oleh sekolah adalah menyusun Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP)—dokumen yang menjadi tulang punggung seluruh kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan.


Namun, kenyataannya, proses penyusunan KSP sering kali tidak dilakukan dengan semestinya. Banyak sekolah terjebak pada praktik formalitas belaka. KSP dibuat sekadar menggugurkan kewajiban administrasi, tanpa refleksi yang mendalam terhadap kebutuhan peserta didik, karakteristik sekolah, serta dinamika masyarakat lokal. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka krisis kepercayaan terhadap sistem pendidikan akan semakin menguat.


 Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas


Salah satu akar persoalan utama adalah lemahnya pengawasan dan akuntabilitas. Tanpa mekanisme evaluasi yang ketat dan berkelanjutan, banyak pihak di lingkungan sekolah menjalankan tugas tanpa tanggung jawab yang jelas. Akibatnya, budaya kerja yang malas dan apatis perlahan berkembang—menggerogoti fondasi moral dan profesionalisme dunia pendidikan.


Perlu Perubahan Fundamental


Kita tidak bisa berharap banyak jika hanya melakukan tambal sulam. Sudah saatnya dilakukan perubahan yang bersifat fundamental : mulai dari membangun kembali budaya mutu, menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya kualitas pendidikan, hingga membentuk pola pikir baru yang mendorong inisiatif dan inovasi.


Pengawasan internal dan eksternal mesti diperkuat. Kinerja kepala sekolah, guru, hingga pengawas harus dievaluasi secara transparan dan objektif. Sekolah tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa kontrol yang jelas dari pemerintah maupun masyarakat.


 Peningkatan Kapasitas dan Kesadaran


Tidak cukup hanya menuntut perubahan, kita juga harus memfasilitasi prosesnya. Pelatihan, pendampingan, dan peningkatan kapasitas perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kesadaran profesional bahwa setiap tindakan di sekolah berdampak langsung pada masa depan peserta didik harus ditanamkan dalam setiap kepala.


Masa Depan di Ujung Tanduk


Masa depan pendidikan kita—setidaknya di tingkat satuan pendidikan—kini berada di persimpangan jalan. Apakah sekolah-sekolah mampu menjadikan KSP sebagai ruh dari proses pembelajaran yang bermakna, atau justru kembali terjebak dalam siklus administratif yang kering makna?


Pertanyaan besarnya: masihkah kita percaya bahwa pendidikan bisa menjadi jalan perubahan, jika dari awal fondasinya tidak disusun dengan sungguh-sungguh?


Waktu akan menjawabnya. Tapi saat ini, pilihan ada di tangan kita: berubah atau terus kehilangan arah.



Tags: