![]() |
Gambar : Ilustrasi |
Bekasi – Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, tengah gencar
memerangi praktik premanisme dan pungutan liar (pungli) yang dinilai meresahkan
dan menyulitkan masyarakat. Aksi tegas ini disambut positif publik, terutama
dalam momentum mudik dan arus balik Idulfitri 2025.
Langkah
tegas tersebut tidak hanya menyasar para preman jalanan, tetapi juga merambah
oknum di lingkup pemerintahan yang terindikasi melakukan pungli. Dugaan terbaru
muncul di Kabupaten Bogor, menyangkut distribusi dana kompensasi kepada sopir
angkutan umum yang diminta menghentikan operasionalnya sementara demi
kelancaran arus mudik. Dana yang semestinya menjadi hak sopir, diduga dipotong
oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pungli didefinisikan sebagai
pungutan liar, yakni permintaan sesuatu (biasanya uang) secara tidak sah dan
tanpa dasar aturan/hukum yang berlaku. Istilah ini merujuk pada penerimaan uang
atau bentuk imbalan lain secara illegal/tidak ada dasar hukum oleh oknum yang
tidak berwenang atau melampaui kewenangannya, biasanya dengan dalih memberikan
pelayanan atau kemudahan tertentu. Secara hukum, praktik pungli dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan, penyalahgunaan wewenang, hingga
korupsi.
Penyebab Pungli dan Sanksi Hukum
Fenomena
pungli terjadi akibat kombinasi faktor mulai dari motif pribadi (keserakahan,
gaya hidup konsumtif), lemahnya pengawasan struktural, hingga budaya permisif
di masyarakat. Prosedur birokrasi yang rumit dan tidak transparan turut memperbesar
peluang terjadinya praktik tersebut.
Pelaku
pungli dapat dijerat sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Di antaranya:
- Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman pidana penjara
hingga 9 tahun.
- Pasal 12 huruf e UU Tipikor, dengan ancaman pidana 4–20 tahun penjara dan denda
hingga Rp1 miliar.
- Pasal 423 KUHP, menyasar pegawai negeri yang menyalahgunakan
kekuasaan.
- UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, memperkuat aspek pengawasan
dan akuntabilitas dalam pelayanan kepada masyarakat.
Potensi Pungli dalam Penyaluran BLT TPST
Masalah
pungli juga berpotensi terjadi dalam penyaluran Dana Kompensasi Sampah Bantar
Gebang Kota Bekasi yang bersumber dari dana Bantuan DK Jakarta – sehubungan
dengan adanya TPST Bantar Gebang. Bantuan ini diperuntukkan bagi warga
terdampak pencemaran lingkungan di wilayah Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi.
Pendataan
calon penerima bantuan dimulai dari jenjang paling bawah, yakni RT dan RW,
kemudian dikompilasi di tingkat kelurahan sebelum dilakukan proses verifikasi
oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bekasi. Setelah
data dinyatakan valid, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi mengajukan
permohonan pencairan anggaran kepada Dinas Keuangan, berdasarkan keputusan
resmi Wali Kota.
Pada
tahun 2024, tercatat sebanyak 27.930 rekening penerima bantuan telah
terdaftar. Skema penyaluran dilakukan secara langsung ke rekening masing-masing
penerima untuk meminimalisir potensi penyimpangan atau penyaluran melalui pihak
ketiga.
Selain
bantuan tunai, sebagian dana kompensasi juga dialokasikan untuk program
pemberdayaan warga di tingkat kelurahan. Pengelolaannya dipercayakan kepada
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang menyelenggarakan berbagai kegiatan
sosial, mulai dari bidang keagamaan, pendidikan, hingga infrastruktur dasar.
Adapun
dana kompensasi tersebut bersumber dari kerja sama antara Pemerintah Provinsi
DK Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi melalui skema Perjanjian Kerja Sama
(PKS). Untuk tahun 2024, Pemkot Bekasi menerima total anggaran sekitar Rp114
miliar, dengan Rp42 miliar di antaranya disalurkan langsung kepada warga
terdampak melalui mekanisme yang telah ditentukan.
Namun
demikian, tanpa sistem pengawasan yang kuat dan transparansi dalam pelaksanaan distribusi dan pengelolaan dana kompensasi, celah pungli tetap terbuka. Pemerintah daerah diimbau lebih
ketat dalam melakukan audit dan pengawasan, agar bantuan tepat sasaran dan
tidak diselewengkan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi.
Masyarakat Diminta Aktif Melapor
Masyarakat
dihimbau untuk tidak segan melaporkan jika menemukan praktik pungli di
lingkungannya. Laporan dapat disampaikan melalui kanal resmi pengaduan atau
langsung ke pihak berwenang.
"Pungli
adalah musuh bersama. Butuh kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk
menghentikan budaya ini. Jangan biarkan hak masyarakat dirampas oleh
tangan-tangan kotor".