Polemik Penutupan Toko Minuman beralkohol di Bekasi Timur Oleh Warga, Praktisi Hukum GP Ansor Kota Bekasi Angkat Bicara

Ansor sumur batu
By -

 

Gambar sebagai ilustrasi

Bekasi 22 Desember 2024,  Polemik penutupan toko minuman beralkohol di wilayah Bekasi Timur oleh warga yang viral di media sosial menarik perhatian publik. Berdasarkan keterangan Kepala Satpol PP Kota Bekasi, Karto, di sejumlah media, toko tersebut sudah mengantongi izin operasional.

 

Namun, Zaenudin, seorang praktisi hukum dari GP Ansor Kota Bekasi, menyampaikan bahwa Kepala Satpol PP perlu menjelaskan lebih rinci mengenai jenis izin yang dimiliki toko tersebut. "Apakah izin tersebut untuk operasional bar, hotel, restoran, supermarket, atau hypermarket?" ujar Zaenudin. Ia menekankan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2015, penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan pada jenis usaha tertentu, seperti yang disebutkan di atas, serta toko bebas bea yang berada di pelabuhan dan bandara. Yang izin operasional usaha bar, hotel, restoran, supermarket, atau hypermarket tersebut harus didapatkan dari Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kota Bekasi.

 

Zaenudin juga mengingatkan bahwa aturan utama terkait peredaran dan penjualan minuman beralkohol diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013, yang diikuti oleh berbagai aturan teknis, seperti Permendag Nomor 20 Tahun 2014, Nomor 72 Tahun 2014, Nomor 6 Tahun 2015, Nomor 47 Tahun 2018, Nomor 120 Tahun 2018, hingga Nomor 25 Tahun 2019. Semangat dari aturan ini sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol, yang bertujuan membatasi akses masyarakat terhadap minuman beralkohol yang baru saja di sahkan.

 

Secara ilmu kriminologi, konsumsi alkohol secara berlebihan dapat memicu berbagai tindak kejahatan, mulai dari kekerasan hingga penganiayaan. Etanol dalam minuman keras memiliki efek psikoaktif yang mampu menurunkan kesadaran, memengaruhi emosi, serta kognisi seseorang.

 

Permendag Nomor 20 Tahun 2014 juga mengatur kewajiban penjual minuman beralkohol untuk mentaati pakta integritas, di antaranya:

  • Melakukan penjualan produk Minuman Beralkohol dengan menempatkan di produk Minuman Beralkohol secara terpisah dengan barang lainnya.  
  • Melakukan pemeriksaan terhadap kartu identitas terhadap setiap pembeli untuk memenuhi persyaratan batas usia pembeli (di atas 21 tahun).
  • Tidak melayani pembelian produk Minuman Beralkohol kepada orang yang terlihat telah mengkonsumsi Minuman Beralkohol secara berlebihan.
  • Tidak melakukan penjualan Minuman Beralkohol di lokasi atau tempat yang berdekatan seperti gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja, bumi perkemahan, tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit.
  • Tidak melakukan promosi penjualan Minuman Beralkohol yang dapat mendorong konsumsi Minuman Beralkohol secara beriebihan.
  •  Tidak merangkap selaku Pengecer dan Penjuai Langsung pada saat yang bersamaan. Bersedia memberikan data penjuaian jika diminta secara resmi oleh pejabat pemerintah yang berwenang dalam melakukan pengawasan di bidang perdagangan atau barang beredar.
  • Memenuhi ketentuan lainnya dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Minuman Beraikohol. 

1. 

 

Lebih jauh, pelaku usaha juga diwajibkan menghormati tradisi dan budaya masyarakat setempat, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf (d) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021.

 

Zaenudin menegaskan bahwa peran Pemerintah Kota Bekasi, melalui Satpol PP, dalam pencegahan, pengawasan dan penegakan Perda Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, perlu dievaluasi dan ditingkatkan. Langkah ini penting untuk mencegah aksi main hakim sendiri oleh masyarakat di masa mendatang, apalagi sekarang Kota Bekasi sudah ada Perda tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol.

 

Dalam konteks penegakan hukum, teori sistem hukum Lawrence M. Friedman mengidentifikasi tiga komponen utama: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Struktur hukum mencakup aparat penegak hukum dan sarana pendukungnya, seperti pengadilan dan prosedur hukum. Substansi hukum meliputi peraturan yang secara tegas mengatur pembatasan peredaran minuman beralkohol, sementara budaya hukum mencerminkan kesadaran dan sikap masyarakat terhadap aturan tersebut.

 

Zaenudin menambahkan, "Substansi hukum terkait pengendalian minuman beralkohol telah dirumuskan dengan jelas, namun implementasinya membutuhkan sinergi antara struktur hukum dan budaya hukum masyarakat. Kesadaran publik terhadap aturan ini sangat penting untuk meminimalkan pelanggaran."

Pada akhirnya terkait dengan peredaran dan usaha minuman beralkohol ini, pemerintah dalam membuat kebijakan perlu memperhatikan kaidah Fiqh yaitu Dar'ul mafasid muqaddam 'ala jalbil mashalihyang berarti: "Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan." jika penjualan alkohol memberikan manfaat ekonomi (jalb al-mashalih) tetapi dampaknya merusak masyarakat melalui kejahatan, gangguan kesehatan, dan konflik sosial (mafsadah), maka sesuai dengan prinsip dar'ul mafasid, penjualannya harus dilarang atau dibatasi secara ketat.

Tags: