Bekasi, 6 November 2024 — Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bekasi pada 27 November 2024 mendatang, mulai ramai dimasyarakat pembagian kartu tebus sembako. Hal ini dinilai sebagai indikasi politik uang, yang berpotensi mempengaruhi pilihan masyarakat untuk mendukung calon tertentu. Praktik ini mengundang kekhawatiran akan integritas proses demokrasi di Kota Bekasi, terutama karena penggunaan insentif ekonomi dalam Pilkada kerap kali menjadi perbincangan kontroversial.
Zaenudin, praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik sekaligus kader Ansor di Kota Bekasi, menilai bahwa pembagian sembako secara masif ini dapat berdampak pada kemurnian proses demokrasi. "Ini bukan hanya soal nilai kecil yang dibagikan ke perseorangan, tetapi jika dilihat secara luas, ini adalah pelanggaran asas pemilihan demokratis yang bebas dan adil," jelasnya. Menurut Zaenudin, langkah ini bertentangan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang diatur dalam Pasal 2 Lampiran UU No. 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah terakhir dalam UU No. 6 Tahun 2020.
Fenomena ini berkaitan erat dengan teori "homo economicus," yang menggambarkan manusia sebagai makhluk ekonomi yang cenderung berpikir untung-rugi. Dalam konteks Pilkada, perilaku homo economicus memicu kekhawatiran bahwa pemilih dapat tergiur insentif sembako sebagai keuntungan ekonomis jangka pendek, sementara kandidat yang menawarkan politik uang lebih rentan menggunakan jabatan publik untuk “balik modal” kelak. "Jika paslon menggunakan cara ini, ada kemungkinan besar mereka akan melakukan tindak pidana korupsi setelah terpilih guna menutupi biaya politik yang telah mereka keluarkan," lanjut Zaenudin.
Ia juga menekankan pentingnya peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk tidak hanya melihat aturan secara kaku, tetapi juga mengutamakan prinsip demokrasi yang esensial. "Bawaslu adalah kunci bagi masa depan Kota Bekasi yang bersih dari korupsi. Bila praktik politik uang dibiarkan, kita akan mendapatkan pemimpin yang jauh dari integritas," tambahnya.
Zaenudin juga mengajak tokoh agama dan masyarakat untuk ikut mengawasi jalannya Pilkada. "Para tokoh agama sebaiknya turut menyuarakan bahaya politik uang ini. Jangan sampai terjebak dalam praktik semacam ini, sebab dampaknya akan sangat merugikan masa depan Kota Bekasi," tegasnya.
Ia pun berharap warga Kota Bekasi bisa berpikir kritis dan menolak bujukan ekonomi yang bersifat sementara. “Sebagai masyarakat perkotaan yang intelektual, kita seharusnya lebih mengutamakan diskusi dan adu gagasan tentang permasalahan masyarakat, bukan tergiur sembako yang nilainya hanya sekejap. Kita butuh pemimpin dengan visi untuk mengatasi permasalahan jangka panjang, bukan yang sekadar menawarkan keuntungan ekonomi sesaat,” ujarnya.
Dengan kesadaran dan peran aktif semua pihak, harapannya Kota Bekasi dapat melangsungkan Pilkada yang bersih dan demokratis, menghasilkan pemimpin yang berkomitmen penuh untuk membangun kota ini tanpa tercemar oleh korupsi.