![]() |
Tinjauan dari Teori Lawrence M. Friedman Pada Pemberantasan Penjual Ilegal Obat Keras dan Minuman Keras |
Peredaran obat keras tipe G seperti Tramadol, Heximer, dan minuman keras ilegal terus menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya mengancam kesehatan generasi muda, aktivitas ilegal ini juga memicu gangguan keamanan dan ketertiban. Penegakan hukum yang tegas dan sistematis diperlukan untuk menangani masalah ini, namun upaya tersebut sering kali mengalami berbagai kendala.
Dalam menghadapi tantangan ini, teori Lawrence M. Friedman tentang sistem hukum bisa menjadi kunci memahami solusi yang lebih komprehensif. Friedman membagi sistem hukum menjadi tiga elemen penting: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Ketiga elemen ini perlu berjalan selaras untuk mencapai keberhasilan pemberantasan praktik ilegal tersebut.
Sinkronisasi Struktural: Koordinasi Lembaga Penegak Hukum
Penegakan hukum yang efektif membutuhkan hubungan harmonis antar lembaga penegak hukum. Dalam teori Friedman, ini disebut sebagai sinkronisasi struktural, yaitu kerja sama antara polisi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pemerintah daerah, dan instansi terkait lainnya.
Koordinasi antar lembaga menjadi sangat penting untuk memastikan tindakan yang tegas dan komprehensif. Misalnya, BPOM berperan dalam mengawasi peredaran obat, sementara polisi bertugas menangkap pelaku penjualan obat keras dan minuman keras ilegal. Selain itu, masyarakat juga bisa berperan sebagai mata dan telinga aparat dengan melaporkan aktivitas mencurigakan. Namun, tanpa sinkronisasi yang baik, upaya ini tidak akan maksimal.
Penguatan kapasitas sumber daya manusia di lembaga-lembaga penegak hukum juga sangat diperlukan. Mereka harus dibekali kemampuan mendeteksi dan memberantas peredaran obat keras dan minuman keras ilegal secara efektif. Dengan koordinasi yang baik, pemberantasan bisa dilakukan dari hulu ke hilir.
Sinkronisasi Substansial: Keselarasan Aturan Hukum
Poin kedua dalam teori Friedman adalah sinkronisasi substansial, yaitu keselarasan antara hukum yang berlaku di berbagai tingkatan. Peraturan perundang-undangan yang mengatur obat keras tipe G dan minuman keras ilegal harus jelas dan konsisten di seluruh wilayah.
Ketidaksinkronan regulasi antara pemerintah pusat dan daerah seringkali menjadi hambatan dalam penegakan hukum. Beberapa daerah mungkin memiliki aturan yang lebih longgar terkait peredaran minuman keras, sementara daerah lainnya lebih ketat. Akibatnya, pelaku bisa dengan mudah berpindah lokasi untuk menghindari penegakan hukum. Peraturan yang tidak seragam juga menyulitkan aparat dalam menerapkan sanksi secara konsisten.
Pentingnya regulasi yang tegas di seluruh tingkatan, baik nasional maupun daerah, akan membantu memperkuat pengawasan distribusi dan penjualan obat keras dan minuman keras ilegal. Penguatan hukum ini harus diikuti dengan tindakan nyata agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku.
Sinkronisasi Kultural: Peran Kesadaran dan Budaya Masyarakat
Terakhir, Friedman menekankan pentingnya sinkronisasi kultural, yaitu keselarasan dalam cara masyarakat memahami, menghayati, dan menjalankan aturan hukum. Pemberantasan peredaran obat keras dan minuman keras ilegal tidak hanya bergantung pada penegakan hukum, tetapi juga pada tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan.
Edukasi publik menjadi sangat penting dalam hal ini. Masyarakat perlu disadarkan bahwa konsumsi obat keras dan minuman keras ilegal bukan hanya merusak kesehatan pribadi, tetapi juga berdampak negatif pada lingkungan sosial mereka. Dengan pengetahuan yang cukup, masyarakat bisa lebih waspada dan proaktif dalam membantu pemerintah mengawasi peredaran barang-barang berbahaya ini.
Selain itu, budaya lokal juga memainkan peran penting. Di beberapa daerah, kebiasaan mengonsumsi minuman keras bisa dianggap sebagai bagian dari tradisi. Oleh karena itu, kampanye anti-minuman keras perlu memperhitungkan konteks budaya setempat. Pendekatan yang lebih personal dan melibatkan tokoh masyarakat atau agama bisa menjadi solusi yang efektif.
Pemberantasan penjual ilegal obat keras tipe G dan minuman keras memerlukan pendekatan yang komprehensif. Teori Lawrence M. Friedman memberikan panduan penting tentang bagaimana struktur, substansi, dan budaya hukum harus selaras dalam mengatasi masalah ini. Koordinasi yang baik antar lembaga penegak hukum, aturan yang konsisten, dan kesadaran masyarakat yang tinggi adalah kunci untuk mengatasi peredaran obat keras dan minuman keras ilegal di Indonesia.
Penegakan hukum yang efektif tidak hanya soal tindakan represif, tetapi juga tentang menciptakan kesadaran kolektif bahwa melawan peredaran barang berbahaya ini adalah tanggung jawab bersama. Jika ketiga elemen tersebut bisa berjalan selaras, Indonesia akan lebih mampu mengatasi tantangan ini dan melindungi generasi muda dari dampak negatifnya.