![]() |
Minuman Keras dan Kriminalitas |
Oleh : dr. Mun'im Idris
Minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol, dan dampaknya terhadap individu serta masyarakat sering kali menimbulkan keprihatinan. Berbicara mengenai minuman keras sama dengan membicarakan alkohol tanpa membedakan kadar kandungannya. Pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana dampak negatif minuman keras bagi diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat, sehingga dianggap perlu untuk diatur dalam peraturan atau undang-undang?
Dalam kaitannya dengan perilaku agresif, alkohol memiliki pengaruh signifikan terhadap tindakan kriminal. Terdapat dua kelompok utama yang perlu dibedakan: pertama, jumlah pecandu alkohol yang melakukan tindak pidana; kedua, berapa banyak pelanggar hukum yang merupakan pecandu alkohol. Penelitian menunjukkan bahwa alkohol sering kali menjadi pemicu perilaku kriminal, terutama pada tindak kekerasan, pelecehan seksual, dan pembunuhan.
Dalam peristiwa lalu lintas dan kecelakaan, pengaruh alkohol sudah lama diakui sebagai salah satu faktor penyebab utama. Di negara maju, batas kadar alkohol dalam darah pengemudi diatur secara ketat untuk mencegah kecelakaan. Namun, di Indonesia, peraturan tersebut belum diterapkan secara tegas, meskipun dampak alkohol pada kecelakaan lalu lintas signifikan.
Setelah mengonsumsi alkohol, seseorang pada awalnya merasa nyaman dan rileks, tetapi semakin tinggi kadar alkohol dalam darah, kontrol diri mulai hilang, termasuk kemampuan untuk menilai baik buruknya suatu tindakan. Inilah yang sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan perilaku berbahaya lainnya.
Dalam konteks kriminalitas, penelitian yang dilakukan di Penjara Singsing menemukan bahwa sekitar 22% tindak kriminal dilakukan dalam keadaan mabuk. Jenis kejahatan yang dilakukan di bawah pengaruh alkohol biasanya berupa pertengkaran dan kejahatan seksual. Alkohol cenderung berperan lebih pada kejahatan yang tidak terencana, sementara kejahatan yang terorganisir dan terencana jarang melibatkan konsumsi alkohol karena membutuhkan perencanaan yang matang dan kesadaran penuh.
Kasus pembunuhan menunjukkan keterlibatan alkohol yang cukup besar, dengan lebih dari 60% kasus melibatkan pelaku yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol. Ini memperlihatkan pentingnya razia terhadap minuman keras di tempat-tempat umum sebagai langkah pencegahan terhadap tindak kekerasan, penganiayaan, dan pembunuhan.
Khususnya dalam masalah kenakalan remaja, alkohol memainkan peran besar, terutama dalam keluarga di mana orang tua adalah peminum berat. Hilangnya kontrol diri pada remaja yang mengonsumsi alkohol sering kali memicu perilaku menyimpang, termasuk tindakan kekerasan atau perilaku seksual yang tidak diinginkan.
Kematian akibat alkohol biasanya terjadi ketika kadar alkohol dalam darah mencapai 300-450 miligram persen, terutama jika dicampur dengan obat-obatan terlarang. Kematian terjadi karena alkohol menyebabkan kelumpuhan pada pusat otak yang mengatur fungsi jantung dan paru-paru.
Selain menyebabkan agresi terhadap orang lain, alkohol juga dapat memicu agresi terhadap diri sendiri, seperti tindakan bunuh diri. Diperkirakan sekitar 40% kasus bunuh diri melibatkan alkohol. Hal ini sering disebabkan oleh kehilangan pekerjaan, rasa keterasingan, dan perasaan kesepian.
Melihat dampak negatif dari alkohol, serta murahnya harga minuman keras dibandingkan dengan narkotika seperti morfin atau heroin, penting bagi kita untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan konsumsi minuman keras. Meskipun legalitasnya berbeda dari narkoba, dampak destruktif alkohol terhadap kehidupan individu dan masyarakat tidak bisa diabaikan.