Mengkritisi Pandangan Pramono Anung Terkait Pembangunan PLTSA di Bantargebang

Ansor sumur batu
By -


Visualisasi PLTSA

Bekasi, 25 September 2024 – Dalam sebuah acara diskusi terkait "Ini Bantar Gebang, Kalau Mas Pram Jadi, Bantar Gebang Mau Diapain?", Pramono Anung, calon gubernur DKI Jakarta untuk periode 2024-2029, mengungkapkan rencananya untuk segera membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Bantargebang. Ia menegaskan bahwa proyek ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta, dengan menyoroti isu tipping fee sebagai hambatan utama dalam pelaksanaannya.

Pramono menjelaskan, “Tipping fee itu penentuan harga yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat tidak boleh ragu untuk menetapkannya. Saat ini sudah ada harga yang dipatok, yaitu Rp 15 per kWh. Kenapa proyek ini tidak dilaksanakan? Karena ada ketakutan akan masalah hukum. Jika semua ini transparan, saya yakin pihak-pihak yang terlibat akan berani mengambil langkah.”

Namun, pandangan Pramono tersebut perlu dikaji lebih dalam, mengingat pembangunan PLTSA di Bantargebang bukanlah solusi tanpa tantangan.

PLTSA: Apakah Ini Solusi yang Efektif?

Pembangunan PLTSA di Bantargebang diusulkan sebagai upaya untuk mengurangi tumpukan sampah yang terus bertambah di Jakarta. Namun, sejumlah ahli lingkungan berpendapat bahwa proyek ini perlu ditangani dengan hati-hati. 

Teknologi insinerasi yang digunakan dalam PLTSA dapat menimbulkan emisi gas berbahaya, termasuk dioksin dan furan. Meskipun PLTSA dapat mengurangi volume sampah, risiko emisi yang dihasilkan tetap menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan. Jika teknologi yang diterapkan tidak memenuhi standar internasional, dampaknya akan merugikan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Aspek Lingkungan yang Perlu Diperhatikan

Salah satu isu utama terkait PLTSA adalah dampak lingkungan. Proses pembakaran sampah dapat menghasilkan polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, terutama di daerah padat penduduk seperti Bantargebang. Dalam sebuah studi, WHO menyebutkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polutan seperti dioksin dan furan dapat berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan pernapasan dan kanker.

Lebih jauh, sisa pembakaran dalam bentuk abu juga dapat mengandung logam berat yang berpotensi mencemari tanah dan air. Oleh karena itu, pengelolaan residu dari PLTSA harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari dampak negatif pada ekosistem lokal.

Tantangan Ekonomi dan Biaya Tinggi

Pembangunan PLTSA membutuhkan investasi yang sangat besar. Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, total anggaran untuk proyek ini diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Ini menjadi beban bagi anggaran daerah dan pusat, terutama jika hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan investasi yang dikeluarkan. 

Pembangunan PLTSA bukan hanya tentang tipping fee, tetapi juga biaya operasional yang tinggi dan potensi masalah hukum yang harus diperhatikan. Jika tidak dikelola dengan baik, PLTSA bisa menjadi beban ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat.

Alternatif Pengelolaan Sampah yang Ramah Lingkungan

Di tengah ketidakpastian terkait efektivitas PLTSA, para ahli menyarankan agar pemerintah DKI Jakarta juga mengeksplorasi solusi alternatif untuk pengelolaan sampah. Pendekatan berbasis daur ulang dan pengelolaan sampah organik menjadi kunci untuk mengurangi volume sampah secara efektif dan berkelanjutan. “Alih-alih bergantung pada insinerasi, lebih baik kita fokus pada pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan kapasitas daur ulang.


Tantangan yang Harus Dihadapi

Meskipun pernyataan Pramono Anung menunjukkan niat untuk menyelesaikan masalah sampah di Jakarta melalui pembangunan PLTSA, tantangan yang dihadapi proyek ini sangat signifikan. Risiko lingkungan, biaya tinggi, dan potensi masalah kesehatan harus diperhitungkan secara serius sebelum proyek dilanjutkan.

Transparansi dalam penetapan tipping fee memang penting, namun solusi yang diusulkan harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Dalam menghadapi permasalahan sampah Jakarta, diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan para ahli untuk merumuskan strategi pengelolaan sampah yang lebih baik.


Rekomendasi untuk Masa Depan

  • Pengawasan Lingkungan yang Ketat : Pemerintah harus memastikan bahwa semua aspek operasional PLTSA mematuhi standar lingkungan yang ketat untuk meminimalkan dampak negatif terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat.
  • Pendekatan Daur Ulang yang Kuat: Memperkuat program daur ulang dan pengelolaan sampah organik sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
  • Keterlibatan Publik: Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengawasan proyek, untuk memastikan bahwa solusi yang diterapkan bermanfaat bagi semua pihak dan mengurangi dampak negatif.

Dengan pendekatan yang tepat, Jakarta dapat mengatasi tantangan sampah yang kompleks ini dengan cara yang lebih efektif dan berkelanjutan.



Tags: