Dosa Sosial Membiarkan Kemaksiatan Terjadi

Ansor sumur batu
By -

 

Secara fiqh, membiarkan seseorang berjualan minuman keras atau obat terlarang di suatu wilayah adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam Islam, bahkan dapat menjadi dosa kolektif jika tidak ada upaya untuk mencegahnya. Dalam ajaran Ahlusunnah wal Jama'ah (Aswaja), tindakan berjualan atau membiarkan peredaran minuman keras (khamr) dan obat-obatan terlarang sangat dilarang karena berdampak buruk terhadap individu dan masyarakat.


Dalil dari Al-Qur'an:

Allah berfirman dalam Surah Al-Ma'idah ayat 90:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Ayat ini menegaskan bahwa khamr (minuman keras) adalah perbuatan yang keji, dan umat Islam diperintahkan untuk menjauhinya. Jika suatu masyarakat atau rukun warga membiarkan penjualan minuman keras, berarti mereka secara tidak langsung mendukung kemaksiatan tersebut.

Dalil Hadits:

Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

Artinya: "Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram." (HR. Muslim)

Hadits ini menggarisbawahi keharaman minuman keras atau segala sesuatu yang memabukkan, termasuk obat-obatan terlarang. Membiarkan hal tersebut terjadi di masyarakat adalah bertentangan dengan perintah Rasulullah SAW.

Pendapat Ulama Ahlusunnah wal Jama'ah:

Dalam _Fiqh Islam_, khususnya menurut pandangan ulama Nahdlatul Ulama, wajib bagi seorang Muslim untuk mencegah kemungkaran. Hal ini didasarkan pada prinsip amar ma'ruf nahi munkar (memerintahkan yang baik dan mencegah yang buruk). Imam Nawawi, dalam kitabnya _Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab_, menjelaskan bahwa mencegah perbuatan dosa adalah kewajiban bersama, baik bagi individu maupun komunitas.

Pendapat dalam Kitab Al-Majmu':

مَنْ قَدَرَ عَلَى إِنْكَارِ الْمُنْكَرِ وَلَمْ يُنْكِرْهُ فَهُوَ آثِمٌ بِتَرْكِهِ النَّهْيَ عَنْهُ وَالْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ

Artinya: "Barang siapa yang mampu mencegah kemungkaran namun tidak melakukannya, maka ia berdosa karena meninggalkan perintah mencegah kemungkaran dan memerintahkan kepada yang baik." (_Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab_, Juz 5).

Pandangan NU:

Menurut pandangan ulama Nahdlatul Ulama, khususnya dalam konteks sosial, terdapat kewajiban bagi pemimpin masyarakat seperti ketua RT, RW, lurah, hingga warga sekitar untuk tidak membiarkan adanya penjualan minuman keras atau obat-obatan terlarang. Pembiaran terhadap hal tersebut termasuk dalam dosa sosial karena tidak memenuhi kewajiban amar ma'ruf nahi munkar.

KH. Sahal Mahfudh, seorang ulama besar NU, dalam _Fiqh Sosial_ menyatakan bahwa Islam sangat menekankan tanggung jawab sosial dalam menjaga moralitas masyarakat. Bila ada kemaksiatan yang terang-terangan, maka warga, termasuk aparat, wajib mengambil tindakan pencegahan agar tidak terjadi perbuatan yang dilarang oleh syariat.

Kesimpulannya, secara fiqh, masyarakat atau aparatur setempat yang membiarkan peredaran minuman keras dan obat-obatan terlarang dapat dianggap berdosa karena mengabaikan kewajiban untuk mencegah kemungkaran. Dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadits, serta pandangan ulama Ahlusunnah wal Jama'ah menegaskan pentingnya amar ma'ruf nahi munkar sebagai bagian dari tanggung jawab umat Islam.

Tags: