Bekasi – Ketidakhadiran perwakilan Pemerintah Kota Bekasi dalam pelantikan kepengurusan Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bekasi menuai sorotan. Ketua RMI PCNU Kota Bekasi, Nur Fahri, menilai absennya Pemkot Bekasi mencerminkan keraguan pemerintah dalam membangun kemitraan strategis dengan pondok pesantren di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
“RMI adalah bagian dari struktur resmi NU yang mengurusi pengembangan pondok pesantren. Ketidakhadiran pemerintah dalam agenda resmi ini menunjukkan sinyal keraguan untuk bermitra dengan kesakralan dan nilai strategis pesantren,” ujar Nur Fahri saat dihubungi di sela-sela penutupan Rapat Kerja Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pondok Pesantren dan Muballighah (JP3M) Kota Bekasi di Pesantren Al Mukhtar, Tambelang, Kabupaten Bekasi, Senin (13/5/2025).
Ia menegaskan bahwa keberadaan RMI PCNU Kota Bekasi merupakan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pemberdayaan pesantren sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.
“Perda tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib memfasilitasi dan bersinergi dengan berbagai elemen pesantren, termasuk mendengar masukan dari RMI dalam peningkatan mutu, penguatan kemandirian, serta pemberdayaan ekonomi pesantren,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Nur Fahri juga mendorong adanya revisi terhadap regulasi teknis dalam Peraturan Wali Kota yang mengatur Tim Pengembangan dan Pemberdayaan Pesantren. Ia menilai, sejumlah unsur dalam tim tersebut tidak memiliki substansi yang selaras dengan kebutuhan riil pesantren dan bahkan tak memiliki korelasi dengan konteks pengembangan pesantren di Kota Bekasi.
“Kami berharap Pemkot Bekasi tidak sekadar menjadikan pesantren sebagai simbol, tapi benar-benar membangun kemitraan strategis yang berbasis pada kepercayaan, kapasitas kelembagaan, dan komitmen kebudayaan,” pungkasnya.