Bekasi – Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda Ansor Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, menyatakan dukungan terhadap langkah Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendali Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq yang berencana menghentikan dan merehabilitasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Bekasi yang akan merubah menjadi ruang terbuka hijau RTH. Sebagai organisasi kepemudaan yang berdomisili dekat dengan lokasi pembuangan sampah tersebut, GP Ansor Sumur Batu menegaskan bahwa mereka memiliki hak sekaligus kewajiban untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat bagi masyarakat sekitar sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2024 Tentang Pelindungan Hukum Terhadap Orang Yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik Dan Sehat.
Zaenudin, salah satu tokoh muda GP Ansor Sumur Batu, mengungkapkan bahwa rencana penghentian dan rehabilitasi lingkungan TPST Bantargebang dan TPA Kota Bekasi sejalan dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa tempat pembuangan sampah dengan sistem open dumping harus dihentikan paling lambat lima tahun setelah undang-undang itu diterbitkan, yaitu pada 2013. Namun, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum selama ini menyebabkan implementasi aturan tersebut tertunda hingga sekarang, dan tahun 2026 juga kontrak kerjasama TPST Bantargebang antara Pemprov Jakarta dan Kota Bekasi ini akan berakhir, kan selama ini juga masyarakat tidak terlalu banyak diajak Musyawarah dan diberi akses informasi yang luas setiap kali kontrak kerjasama akan berakhir atau perpanjangan, bentuk kontrak kerjasama nya saja kita masyarakat sulit mengakses" ujarnya.
Lebih lanjut, Zaenudin menyoroti pentingnya transparansi dalam rehabilitasi lingkungan akibat dampak aktivitas TPST Bantargebang dan TPA Kota Bekasi. Menurutnya, keberadaan dana pemulihan lingkungan harus dipastikan agar tidak terjadi penyimpangan. "Berdasarkan Pasal 22 butir (19) Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pemegang Persetujuan Lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Dana ini harus dicantumkan dalam persetujuan lingkungan dan dimuat dalam perizinan berusaha," jelasnya. Zaenudin memperkirakan bahwa jumlah dana pemulihan ini dapat mencapai puluhan triliun rupiah dan mungkin bisa lebih mengingat besarnya dampak lingkungan yang ditimbulkan selama puluhan tahun.
GP Ansor Sumur Batu juga menyoroti minimnya transparansi hasil audit lingkungan terhadap dampak TPST Bantargebang dan TPA Kota Bekasi terhadap kualitas baku mutu lingkungan. "Selama ini hasil audit lingkungan tidak disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Padahal, masyarakat yang terdampak berhak mengetahui sejauh mana pencemaran dan dampaknya terhadap kesehatan serta kualitas hidup mereka, termasuk saluran dan pengelolaan air lindi " tegas Zaenudin.
Selain itu, ia juga mengkritisi TPA Kota Bekasi yang hingga kini belum memberikan kompensasi kepada warga Kelurahan Sumur Batu, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. "Masyarakat terdampak berhak mendapatkan kompensasi sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap dampak yang mereka alami, baik itu berupa polusi udara, pencemaran air tanah, maupun gangguan kesehatan," imbuhnya.
Terkait dengan revisi dan penyederhanaan regulasi pengelolaan sampah, Zaenudin mengingatkan agar penyatuan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik, serta Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut, tidak mengabaikan hak lingkungan. "Jangan sampai regulasi baru justru menghilangkan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat terdampak," katanya.
Lebih jauh, Zaenudin menegaskan bahwa beban pengelolaan sampah seharusnya menjadi tanggung jawab utama pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Ia mencontohkan bahwa negara-negara maju telah berhasil mengelola sampah dengan sistem pemilahan yang holistik. "Pemerintah daerah harus bertekad untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Prinsip polluter pays bisa diterapkan untuk memberikan subsidi kepada industri daur ulang sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada tempat pembuangan sampah yang merusak lingkungan," tutupnya.
Dengan pernyataan ini, GP Ansor Sumur Batu menegaskan komitmennya dalam mengawal isu lingkungan, khususnya terkait permasalahan sampah di Kota Bekasi. Mereka berharap pemerintah dapat segera merealisasikan rencana penghentian TPST Bantargebang dan memastikan proses rehabilitasi lingkungan berjalan secara transparan dan akuntabel demi kesejahteraan masyarakat sekitar.